April 25, 2016

Apakah Joey Benar-Benar Aneh?


Joey enggan menyentuh makanannya. Dia hanya memainkan garpu dan pisau, memandangnya tanpa keinginan menghabiskan. Dua puluh menit lagi bis sekolahnya akan datang, dan teman-temannya akan kembali membuat lelucon dan ejekan tentang dirinya sementara dia hanya menunduk pura-pura tidak mengetahui. Dia masih hapal ejekan-ejekan kemarin dan ejekan-ejekan kemarin lusa dan ejekan-ejekan mereka minggu lalu di sekolah, membuatnya ingin menghajar mereka satu per satu hingga mereka tidak punya mulut untuk bicara.
“Dengar Joey,” Sarah berkata, memandang Joey sungguh-sungguh. “Kau tidak aneh dan tidak ada yang aneh dalam keluarga kita. Tidak juga ayahmu atau kakekmu.”
Joey tidak memerhatikannya. Tangan kirinya menopang dagu, tangan yang lain menusuk-nusuk makanannya dengan malas. Sarah kecewa dengan tingkah laku anak laki-lakinya itu dan dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Dia menghabiskan makanannya, kemudian berjalan untuk mengambil kopi, dan kembali dengan membawa kotak makan siang Joey. Ketika kembali dia melihat Joey sedang memainkan makanannya.
“Letakkan Joey.”
“Dad datang tadi malam.”
“Mustahil Joey. Ayahmu sudah pergi ... kau bermimpi!”
Joey bangkit, mengambil tas ranselnya dan memandang ibunya dengan kecewa. “Ya mungkin cuma mimpi,” Joey berkata pelan, kemudian melangkah pergi.
“Joey!” Sarah memanggil. Joey berhenti di depan pintu. “Makan siangmu?”
Joey berusia tiga belas tahun, usia yang masih terlalu muda untuk menerima rumor bahwa dia mewarisi keanehan dari ayahnya. Dia percaya dirinya bukan orang aneh. Dia tidak percaya omong kosong tentang keanehan di keluarganya. Ada dua orang yang mengatakan dia bukan orang aneh selain ayahnya. Pertama adalah Sarah, ibunya. Joey percaya pada Sarah. Sarah sangat sayang padanya dan tidak mungkin membohongi dirinya. Kedua adalah Dustin, satu-satunya teman yang mau bermain dengannya. Dustin teman yang baik dan perasaannya lebih halus dari anak perempuan dan percaya pada pribahasa ‘seratus teman terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak’, tapi penulis tidak akan mengaitkan Dustin dengan kejadian apapun dalam cerita ini.
Hari itu Joey tidak naik bis sekolah. Sebenarnya dia tidak pernah lagi naik bis sekolah sejak seminggu terakhir. Dia memilih naik sepeda. Tapi hari itu dia tidak naik sepeda, melainkan memilih berjalan kaki. Jika berjalan kaki ke sekolah maka akan memakan waktu satu jam, waktu yang cukup untuk memikirkan kejadian tadi malam. Dia berjalan tanpa semangat, menendang-nendang kaleng Pepsi hingga jatuh ke selokan. Dia juga menendang tumpukan daun-daun musim gugur yang dibersihkan Mr. Champman hingga berhamburan.
“Hei, anak aneh!” teriak Mr. Champman kesal.
Yang diteriaki tidak menghiraukan. Wajahnya menunduk seperti mencari-cari apalagi yang akan ditendang.
Joey merogoh saku jaketnya dan mengambil sesuatu dari dalamnya, sebuah jari manis yang masih hangat dan berdenyut dengan cincin emas melingkar. Dia menatapnya sebentar lalu memasukannya kembali ke saku jaket. Jari itu milik Thomas, ayahnya. Kini, Joey sedang memikirkannya.
Thomas datang tadi malam, melayang-layang di samping jendela kamarnya. Tapi Thomas tidak benar-benar melayang, hanya hinggap dan bergantung di cabang pohon. Thomas mengetuk jendela kamarnya beberapa kali, tapi tidak ada jawaban. Kasihan dia, kelelahan memegang batang pohon, menahan tubuhnya supaya tidak jatuh. Jadi, alangkah malangnya jika Joey tidak segera mengizinkannya masuk.
“Hei Joey! ... Bukalah!” Thomas memanggil, disusul suara patahan dahan dan ucapan ‘sialan’ karena dia hampir saja terjatuh.
Joey membuka jendela dan melihat keluar, tapi tidak menemukan siapapun.
“Ssst ... .Joey! Di sampingmu!” bisik Thomas, tangannya menggapai-gapai pinggiran jendela dengan susah payah.
Joey terlompat kaget, buru-buru dia membanting jendela hingga membuat jari-jari Thomas terjepit. Tapi beruntung Thomas tidak jatuh.
“Joey, ... bukalah! Ini Dad,” Thomas mengetuk-ngetuk jendela. “Joey? ... kau dengar aku?”
Joey yang tadi mundur, melangkah mendekati jendela dan memastikan seseorang yang dia kenal sedang terjepit. Dia membuka jendela dan menemukan ayahnya sedang menggantung di bibir jendela. Thomas melompat dari pohon ke jendela kamar Joey. Joey membantu menariknya.
“Dad, kau seharusnya ...,” Joey tidak meneruskan kata-katanya, dia langsung memeluknya.
“Sudahlah,” kata Thomas tidak mau terlalu sentimentil. Dia melepaskan pelukannya, kemudian berjalan ke arah meja belajar, berhenti di depan sebuah foto berbingkai. Di dalam foto itu ada dirinya, Sarah dan Joey kecil saat wisuda SD. Dia mengambil foto itu, memandangnya seolah-olah ingin kembali ke masa lalu. Dia tersenyum dan mengembalikan foto itu ke tempat semula. Pandangannya berkeliling ke arah gitar, komputer, buku-buku yang berserakan, dan setelah itu  duduk di pinggir ranjang.
“Dengar Joey, waktu kita sedikit,” kata Thomas. “Aku cuma punya waktu hingga tengah malam.”
“Ada apa Dad?” kata Joey senang melihat ayahnya kembali
Thomas menatap Joey, memegang kedua pundaknya. Joey menarik kursi dan duduk di hadapan ayahnya.
“Joey, dengarlah. Aku tahu teman-temanmu mengejekmu. Memang sungguh mengerikan. Aku dulu sama sepertimu. Aku juga pernah mengalaminya.” Thomas terdiam sebentar, menurunkan tangannya dan menarik nafas panjang. “Kautahu Mr. Champman?” Joey mengangguk. “Dialah penyebabnya. Dia tidak suka dengan kakekmu, dia tidak suka keluarga kita bahagia. Dia menyebarkan fitnah dan mengatakan kakekmu diculik makhluk luar angkasa. Sebenarnya masalahnya lebih rumit, Joey. Tapi sudah saatnya kau mengetahui cerita sebenarnya. Dengarlah.
“John, kakekmu, dulu seorang petani sukses. Pada tahun 1963 John panen jagung besar-besaran, menjualnya ke kota dan kembali dengan uang banyak. Hanya ladang kami yang panen, orang lain tidak seberuntung kami. Ladang mereka habis oleh tikus, termasuk ladang Mr. Champman. Tapi John bukanlah tipe pria yang membiarkan orang lain merugi. Kakekmu berbagi keuntungan dengan membagi-bagikan uang dan membantu mereka memulai usahanya kembali. John memberikan usul agar ladang di desa dibagi menjadi tiga jenis. Ladang pertama adalah ladang jagung yang akan dimiliki keluarga John, Lady Smith, dan Pendeta Lily. Ladang kedua adalah ladang kapas yang akan dikelola oleh keluarga Champman dan Dryden. Mereka mempunyai lahan luas untuk kapas, dan kebetulan saat itu musim baik untuk menanam kapas karena harga kapas sedang naik. Mereka belum punya pengalaman kecuali Terrence Dryden yang mempunyai sepupu seorang petani kapas di Lake City. Ladang ketiga akan dibuat menjadi peternakan yang akan dikelola oleh keluarga Summersun, Grey, Kirkland dan Williams. Berternak akan menjadi sesuatu yang baru bagi mereka. Di musim hujan, rumput akan tumbuh subur dan cocok untuk hewan ternak. Mereka menerima usul John.
Di musim berikutnya panen jagung kurang begitu baik, tapi John tetap dapat untung. Beberapa bulan kemudian harga kapas jatuh karena banjir. Champman rugi dua kali lipat. Dia menjual tanahnya. Sedangkan Dryden, walaupun rugi, tetap mempertahankan kebun kapasnya. Dua tahun setelah itu harga kapas melonjak dan dia menjadi keluarga terkaya di Conewood.
Usaha peternakan tidak terlalu merugi. Mereka terus bertahan karena harga wol tidak menentu sedangkan harga susu cenderung naik sehingga mereka tetap untung walau sedikit.
Tahun 1965, orang-orang ramai-ramai menjual tanah. Pabrik yang membelinya. John dan keluarga lain menyayangkan pekerja mereka yang pindah kerja dan menjadi buruh pabrik. Tapi, di balik kepindahan itu ada Mr. Champman yang memengaruhi orang-orang. Pabrik membayar Mr. Champman untuk mencari tenaga-tenaga murah. Selain itu Mr. Champman melakukannya sebagai balas dendam pada John karena sudah membuatnya rugi.
Tidak sampai disitu, Joey. Mr. Champman juga menyewa orang untuk memfitnah John. Dia mengatakan bahwa keuntungan panen kami berasal dari persengkongkolan John dengan makhluk luar angkasa. Makhluk luar angkasa! Kau percaya itu Joey? Dan entah mengapa orang-orang percaya padanya. Mereka mulai merusak ladang dan melarang kami mengelolanya.
John tetap bertahan dan terus bertahan hingga akhir hidupnya. Tapi gosip semakin berkembang, keluarga kami semakin terpojok dan terasing.
Tahun 1970 banyak pabrik bangkrut, orang-orang mulai kewalahan mencari kerja. Kami tidak terpengaruh oleh situasi itu karena kami orang-orang yang bertahan. Namun lagi-lagi Mr. Champman memfitnah kami dengan mengatakan penyebabnya kebangkrutan adalah aku. Untungnya hal itu tidak berlangsung lama karena aku pergi meninggalkan desa selama beberapa tahun dan kemudian menikahi ibumu.
Kautahu, Joey? Ibumu adalah putri Mr. Champman. Karena itulah, setelah kelahiranmu ibumu memutuskan kembali dan menempati rumah ini.
Sekembalinya ke sini tidak ada lagi rumor yang mengatakan aku aneh. Aku tidak tahu bagaimana penghinaan itu muncul lagi, dan kau sendiri yang harus menanggungnya. Mungkin Mr. Champman tidak menginginkan kau atau mungkin ada sesuatu yang lain. Kupikir setelah kepergianku tidak ada yang menghinamu lagi.
Aku tahu kau akan marah mendengar cerita ini. Tapi ingat Joey, kau jangan sekali-kali membenci Mr. Champman. Mungkin dia membencimu, tapi kau tidak boleh membencinya hanya karena dia membencimu.”
Joey mengangguk paham. Dia berpikir bagaimana menceritakan kehadiran ayahnya pada ibunya.
“Dad?” panggil Joey. “Bagaimana kau bisa menikahi mom jika Mr. Champman membenci dad?”
Thomas tersenyum, dia tahu Joey akan menanyakannya.
Nak, inilah yang dinamakan keajaiban cinta. Kau pasti akan mengalaminya nanti.”
Kalau yang ini sih Joey belum paham, tapi dia tidak ingin menanyakannya lebih lanjut.
“Joey?” panggil Thomas. “Kautahu apa sebenarnya yang membuat kita aneh?”
Joey menggeleng kepala.
“Kita lari dari masalah. Kakekmu membiarkan Mr. Champman terus fitnahnya, aku meninggalkanmu dan ibumu, dan kau ... kau menjauh dari teman-temanmu.”
Thomas meninggalkan Joey menjelang tengah malam, saat bulan purnama bersinar bersih, saat burung hantu bernyanyi dan saat serigala melolong. Joey berharap mereka dapat berkumpul kembali suatu saat nanti.
Joey menutup jendela, tapi jendelanya tidak tertutup penuh karena ada sesuatu yang mengganjalnya. Dia mengangkat jendela sedikit dan mengambil benda yang menahannya. Benda itu adalah jari manis dengan cincin emas, masih hangat dan berdenyut. Dia menatapnya, menduga jari itu milik Thomas karena dia mengenali cincinnya.
* *
Matahari merangkak naik. Daun-daun berguguran ditiup angin, jatuh di jalanan yang sesekali bertebaran di udara karena mobil yang lewat. Joey melangkah di sisi kiri jalan, dua tangannya dimasukkan dalam saku celana. Ada keraguan apakah dia akan terus melanjutkan perjalanan ke sekolah atau pergi ke suatu tempat di mana tak seorang pun menganggapnya aneh. Perkataan ayahnya boleh jadi ada benarnya. Mungkin dia memang lari dari masalah. Mungkin masalah ini dapat diselesaikan dengan bicara terbuka pada teman-temannya dan menunjukkan bahwa dirinya memang tidak aneh. Bisakah dirinya melakukan itu? Menantang teman-temannya menunjukkan apa yang aneh pada dirinya. Bagaimana dengan Mr. Champman? Apa yang harus dia katakan padanya agar dia tidak lagi membenci keluarganya? Seribu pertanyaan lain hadir dalam pikiran Joey. Dia terlalu pusing untuk memikirkan jawabannya. Dia berharap Thomas akan kembali datang dan bersama-sama menyelesaikan masalah ini. Atau setidaknya dia dan ibunya pindah ke tempat lain.
Joey mendengar deru mesin dan klakson kendaraan di belakangnya. Dia kenal suara itu, dan karena itulah dia tidak menoleh. Dia menundukkan kepala dan berpura-pura tidak mengetahuinya. Beberapa jendela bis terbuka, kepala-kepala melongok keluar mengolok-oloknya. “Hei, anak aneh!” teriak salah seorang anak laki-laki disusul yang lainnya. “Halo aku alien.”
Joey geram, wajahnya memerah, urat-urat lehernya menegang. Dia belum pernah semarah ini. Dia tahu bahwa kemarahan tidak akan menyelesaikan masalah. Dia mengambil batu dan melemparnya ke arah bis sambil meneriakkan kata-kata yang tidak pantas kutulis di sini sambil berharap batu itu akan mengenai salah satu anak yang mengejeknya. Tapi dia tidak yakin, karena bis itu sudah terlalu jauh.
Tempat itu kembali sepi tetapi tidak setenang pikiran Joey yang masih berharap anak-anak di dalam bis mendapat balasan yang setimpal.
Tapi kesunyian itu hanya berlangsung sebentar. Terdengar bunyi ledakan yang cukup keras, dan datang dari arah bis sekolahnya.
Joey berhenti sebentar dan merasa sesuatu yang buruk menimpa teman-temannya, setelah itu dia berlari menuju asal bunyi ledakan tadi. 
Tidak ada lagi rasa amarah pada teman-teman yang mengejeknya kecuali dia berharap semuanya akan baik-baik saja. Dia berlari cukup cepat, lebih cepat dari anjingnya Mr. Champman. Dia bisa melihat bis sekolahnya oleng ke kiri dan melaju dengan  roda sebelah kanan yang terangkat; ada percikan api yang keluar dari bawahnya. Bis berhenti setelah terseret cukup jauh dan jatuh terbalik. Dua rodanya berputar, asap putih keluar dari mesin dan bagian bawah bis.
Joey merasa bersalah, mengira lemparan batu tadi penyebabnya meskipun ada sedikit rasa senang karena itu menjadi lemparan terbaiknya. Tapi dia berharap tidak ada teman-temannya yang terluka parah.
Dia melempar tasnya, membuka kemejanya dan melemparnya ke rerumputan. Dia melompat ke atas bis, mendorong pintunya, dan menendangnya hingga terdengar bunyi keras. Dia masuk ke dalam bis dan menemukan teman-temannya terluka sambil meringis kesakitan. Dia melakukan seperti yang biasa pahlawan lakukan: membengkokkan besi, menarik kursi, mematahkan palang, dan memecahkan kaca jendela, lalu mengangkat dan mengeluarkan teman-temannya satu per satu melalui jendela dan kemudian meletakkan mereka di atas rerumputan. Pakaiannya kotor terkena darah dan debu, wajahnya hitam karena asap. Dia senang tidak ada yang terluka parah. Dia duduk di rumput sambil menunggu bantuan datang.
Lima belas menit kemudian tempat itu sudah ramai oleh polisi, paramedis dan orang-orang yang ingin melihat kejadian. Joey-lah pahlawannya. Seorang polisi mengucapkan terima kasih padanya. Joey bisa bernafas lega setelah mendengar seorang polisi mengatakan penyebab kecelakaan adalah ban pecah.
Paramedis mengangkat beberapa anak-anak ke dalam ambulan. Joey mendatangi mereka dan mengatakan mereka akan baik-baik saja. Di antara mereka ada si gendut Sammy, anak yang paling sering mengejeknya. Sammy datang sambil memegangi kepalanya yang berdarah dengan kain putih. Dia mengulurkan tangannya pada Joey untuk berjabat tangan dan meminta maaf. Joey tersenyum dan berusaha melupakan ejekan-ejekan itu. Mereka pun berjabat tangan. Joey berharap ini adalah akhir dari permusuhan mereka. Teman-teman Joey yang lain datang untuk mengucapkan terima kasih dan meminta maaf. Bahkan Sean berjanji akan mentraktirnya makan siang. Hmm, kalau yang ini sih Joey tidak akan menolak.
Ya, aku memang tidak aneh,” kata Joey.
Joey berjalan melewati garis polisi. Dia ingin sendiri dan menikmati hari itu, menghirup udara segar sambil membayangkan besok hari tidak akan ada lagi yang mengatakan dirinya aneh. Dia melanjutkan perjalanannya. Mungkin tidak menuju sekolah, mungkin menyenangkan dirinya pergi memesan piza atau donat dan secangkir kopi lalu membayangkan teman-temannya bertepuk tangan untuknya di sekolah.
Dia mengambil jari manis Thomas dari dalam sakunya, melihatnya sebentar lalu memasukkannya kembali. Thomas pasti akan bangga padanya.
* *
Joey semakin jauh meninggalkan mereka, dan jalanan semakin sepi. Hanya hatinya yang tidak sepi. Beberapa saat lalu dia merasa dunia ini terasa sempit dan menyesakkan dadanya. Sekarang, dia merasa dunia ini terlalu luas dan terlalu indah kalau hanya untuk dilalui dengan kemuraman. Dia seorang pahlawan dan pahlawan kita ini sedang membayangkan kepahlawanannya.
“Namaku Joey dan aku senang membantu Anda,” Joey tersenyum.
Tapi ini bukanlah akhir dari kisah Joey. Kisah lainnya datang ketika Joey dikejutkan lengkingan klakson datang dari arah tikungan di depannya: sebuah truk oleng meluncur tepat ke arah Joey. Dengan cepat Joey melompat melewati pagar pembatas jalan untuk menghindarinya. Tapi dia jatuh di dataran miring yang curam dan meluncur deras seperti kayu gelondong. Dia berputar, berputar, berputar dan terus berputar dengan putarannya yang sangat keras menggilas batu-batu, merusak bunga-bunga liar, menembus ilalang dan membuat takut tupai.
Joey tidak menyadari masalah sebenarnya ketika bagian-bagian tubuhnya mulai terlepas. Dia bahkan belum cukup sadar untuk mengetahui dia sedang kehilangan anggota tubuhnya saat berhenti. Dia hanya tahu kepalanya sangat pusing dan hampir muntah. Langit dan bumi berputar, dan dia memejamkan mata untuk menenangkan diri. Tidak ada darah; sosok Joey bagaikan lego atau robot bongkar pasang, yang setiap anggota tubuhnya memiliki cerita masing-masing.
Mari kita lihat tangan tangan dan kaki Joey yang mulai bergerak seolah punya nyawa sendiri. Mereka bergerak mencari-cari bagian-bagian tubuh yang lain. Tangan Joey berjalan dengan jari-jarinya seperti seorang tentara yang sedang merayap membawa beban berat. Tangan kiri Joey  menemukan kaki kanan, tapi meninggalkannya karena terlalu sulit membawanya, dan lagi pula kaki dan tangan bukan pasangan yang cocok.
Di tempat lain, tangan kanan Joey menyeret tubuhnya dengan susah payah dan menemukan tangan kiri di dekat batu besar. Di balik batu itu ada kalajengking yang dengan cepat mematuk tangan kiri Joey dan membuatnya bengkak. Tapi tangannya tidak merasakan sakit sama sekali karena tidak tersambung dengan saraf otak, kecuali terdengar teriakan seseorang tak jauh dari situ (kupastikan yang berteriak itu adalah kepalanya). Tangan kanan berdiri tegak terkepal lalu menghantam kalajengking beberapa kali hingga mati. Tangan kiri Joey, yang bisa merasakan dekat dengan tubuhnya, mulai bergerak dan menyatu dengan tubuhnya. Kini tubuh Joey sudah punya dua tangan dan siap mencari kaki dan kepalanya.
Tubuh Joey menemukan kedua kakinya setelah melewati pohon-pohon berduri, semut-semut hitam dan seekor ular yang merayap di atasnya. Seekor anjing yang terlompat kaget melihat tubuh tanpa kepala. Tubuh Joey berjalan sempoyongan mencari-cari kepalanya; terkadang dia menabrak pohon, terkadang jatuh tersandung batu.
(Kepala) Joey sadar, di atasnya ada seekor burung kecil. Joey mulai membuka matanya, dan mengetahui tidak memiliki tubuh lagi, dia pun berteriak histeris dan membuat si burung kecil terbang.
Joey kini sadar apa yang telah menimpa dirinya. Inilah dirinya yang aneh, yang mewarisi keanehan dari ayahnya. Tapi apakah dia harus menyalahkan ayahnya? Tidak. Thomas benar. Dia tidak perlu lagi lari dari masalah. Toh, lagi pula tidak ada satu pun orang yang tahu dirinya seperti ini. Jadi, mengapa tidak menganggapnya sebagai berkah?
Tiba-tiba Joey merasakan sesuatu yang membentur kepalanya dari belakang. Dia melihat seseorang melangkahinya dan itu tidak sopan, sangat tidak sopan.
“Hei .. kau!” teriaknya.
Orang itu berhenti dan berbalik. Joey berusaha melihatnya dengan mendongakkan kepala, tapi dia tidak bisa melihat jelas siapa orang itu. Dia hanya mengenali sepatu dan kaos kakinya.
“Hei .. Kau ... Kau pasti tubuhku. Kemarilah!”
Tubuh Joey kenal suara itu. Dia pun berbalik dan melangkah ke arah kepalanya.
“Ayo angkat aku dan pasang kembali!”
Dua tangan Joey mengangkat kepalanya sendiri, Joey merasa seolah sedang terbang.
Tapi kedua tangan Joey membuat kesalahan, kepalanya terpasang terbalik. Kepalanya menghadap ke belakang hingga dapat melihat bokongnya. Meski begitu, Joey sudah bisa mengendalikan tubuhnya. Kemudian dia mengangkat kepalanya lagi dan memasangnya ke arah yang benar. Dia menggerak-gerakkan kepalanya, lalu menoleh ke kanan dan kiri. Dia merentangkan tangan, meremas-remas jarinya, mengangkat dua kakinya bergantian dan memastikan semuanya terpasang dengan benar dan tidak mudah lepas.
Dia memegang hidung, telinga dan wajahnya. Dia menarik telinga kanan hingga lepas, mengamati telinganya yang bolong dan kotor, lalu meniupnya hingga tidak ada lagi debu dan tanah, dan setelah itu memasangnya kembali. Dia juga melepas hidungnya, memasukkan jari kelingkingnya ke dalam lubang hidung dan menggerak-gerakannya. Dia tertawa geli.
Aku memang aneh.”
Ya, Joey memang aneh. Tapi ini sudah menjadi takdirnya dan dia berjanji tidak akan menyalahkan Thomas atau kakeknya, seperti Thomas pernah katakan bahwa orang yang lari dari masalah adalah aneh. Joey mulai berpikir apa yang bisa dia lakukan dengan tubuh “bongkar pasang”-nya. Mungkin dia akan menakut-nakuti anak-anak kecil atau menjadi bintang sirkus. Dia tidak mau terlalu pusing. Jadi, dia akan mulai dengan membuat tas koper untuk menyimpan bagian-bagian tubuhnya.

* * *
Penulis: Ali Reza

Tidak ada komentar :

Posting Komentar